“Semua telah terjadi. Gletser yang mencair, gelombang panas, naiknya permukaan laut, pepohonan berbunga lebih awal, danau yang membeku lebih lambat, burung-burung pengelana menunda penerbangannya ke selatan. Tanda-tanda perubahan iklim ada dimana-mana dan dunia di sekeliling kita berubah cepat. Pemanasan global juga paling berdampak pada berbagai spesies di kutub. Berkurangnya es di laut secara khusus menjadi tanda bahaya bagi beruang kutub yang bergantung pada lempeng es untuk berburu, beristirahat, dan bepergian. Relita pun semakin jelas. Kita takan mamapu memperbaiki habitat satwa itu. Kita tidak dapat memutar waktu ke belakang”. Demikian essay pada foto awal Majalah National Geographic edisi khusus Perubahan Iklim versi Indonesia dengan penekanan pada "Apa yang Harus Kita Ketahui, Apa yang Bisa Kita Lakukan".Perubahan musim merupakan hal yang paling nyata saat ini. Saat saya masih sekolah dulu diajarkan bahwa musim penghujan di Indonesia ada pada bulan-bulan yang berakhiran ber-ber, dan itu memang benar. Teringat aku dengan lagu Mbak Vina Panduwinata yang berjudul “September Ceria”, yang secara umum menceritakan betapa senang dan indahnya hati ini dengan datangnya musim hujan mengakhiri musim kemarau.
Sehingga dekade lalu membuat kita mudah merencanakan kegiatan keluarga, namun kini? Ambillah contoh sederhana, seorang biker (soalnya saya biker juga hehehe) kini harus membawa jas hujan sepanjang tahun di motornya padahal spacenya terbatas. Karena pada musim-musim panas-pun kini sering terjadi hujan yang kejadiannya tiba-tiba dan dengan curah hujan yang besar (deras). Cuaca sudah tidak bisa diprediksi lagi.
Kembali ke majalah National Geographic edisi khusus ini. Majalah ini membagi bab menjadi tiga bagian, agar pembaca lebih memahami perubahan iklim dan dampaknya pada kehidupan kita. Bab pertama pada halaman delapan berjudul “Tanda Perubahan”, bagian ini memaparkan tanda-tanda nyata perubahan iklim. Menurut saya sebenarnya janganlah kita menanyakan dan mencari bukti tentang perubahan iklim sehingga membuat kita terlambat mengantisipasinya, bila tanda-tanda itu telah terlihat oleh mata maka kita sudah terlambat.
Bab kedua yang hadir di halaman 26 berisikan tentang bukti-bukti berdasarkan sains, dimana teori-teori bermunculan dan juga teori lain bertumbangan. Judul bab ini adalah “Sains”.
Lantas bab terakhir berisikan solusi-solusi sederhana yang dapat dilakukan dirumah dan tempat kerja untuk memitigasi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim, bab ketiga ini berjudul “Solusi” dan hadir di halaman 52.
Dipenuhi foto-foto berkelas tinggi ciri khas National Geographic membuat pemahaman kita semakin mudah. Dan juga ditambah bonus “Poster Panduan Rumah Hijau” membuat semakin bermutunya bahan bacaan kita kali ini. Secara pribadi saya sering menjadikan artikel-artikel National geographic sebagai rujukan dalam pekerjaan saya di ranah “Disaster Risk Reduction”, saya teringat dengan artikel tentang melacak jejak gempa di barat sumatera, kerifan lokal masyarakat di berbagai gunung berapi (misalnya Merapi dan Bromo) di Indonesia yang memiliki potensi untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran masyarakat terhadap upaya pengurangan risiko, visi masa depan rumah tahan gempa dan juga artikel yang mengulas tentang kehidupan dan warisan pemikiran Jughun yang bisa dijadikan sumber dalam melakukan mitigasi hijau di daerah rawan bencana.Majalah ini hadir dengan berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia, untuk yang edisi bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh NatGeo Indonesia di jual dengan harga Rp. 75.000,- tidak terlalu mahal untuk mendapatkan ilmu.
Silahkan memberikan komentar anda mengenai tulisan ini disini, atau di boks dibawah tulisan ini, terima kasih.
GPS murah di sini, kontak: tracknavigate[at]yahoo[dot]com











0 komentar:
Post a Comment