
Di National Geographic Traveler Indonesia, edisi Juni 2009, ada artikel mengenai pemetaan partisipatif. Dan yang membuat saya merasa rugi adalah ternyata saya kehilangan informasi bahwa NG Indonesia mengadakan workshop mengenai pemetaan partisipatif pada bulan April. Oh my God kenapa sampe terlewat yah Info itu, sebuah workshop yang sangat penting.
Di artikel itu, diungkapkan bahwa orang Indonesia bukan bangsa yang “ramah” terhadap peta. Benar juga sih, coba lihat di mobil pribadi orang Indonesia apakah ada peta? Kemudian berikan peta pada orang Indonesia, kebanyakan mereka tidak bisa membaca peta, menentukan arah.
Ada ungkapan yang menyentuh hati: “ Jika kita bertanya pada sembarang orang di tepi jalan, dengan gaya yang khas mereka akan menjawab, “ lurus saja, nanti belok kanan, belok kiri. Nanti di sana tanya lagi saja.” Praktis, tanpa solusi.” Oh,
Secara pribadi saja saya baru beberapa tahun memanfaatkan peta, ternyata nikmat juga melakukan perjalanan sambil melihat peta (saat ini di GPS), kebetulan ga pernah nyetir mobil, karena ga bisa hehehe.
Walaupun berdasarkan pengalaman saya, peta mental masyarakat Indonesia sudah bagus, dari berbagai kelompok usia yang pernah saya libatkan, mereka mempunya pemahaman spasial yang sangat mendukung upaya pengurangan risiko bencana dan masalah kesehatan masyarakat pada program PMI. termasuk pada kelompok anak-anak dan perempuan. Nah, membaca petanya (terutama peta cetakan), itu yang masih bermasalah.
Nah berangkat dari budaya yang bukan budaya membaca peta ini, NGI menginisisasi suatu web pemetaan partisipatif yang dinamai www.petakita.com. Sehingga semua orang yang tertarik terhadap peta dan berupaya memelekan masyarakat indonesia dari buta peta dapat bertukar info dan pendapat. Yuk kita gabung !!! ayo disaster risk mappers-nya PMI gabung ...
Apa sih pemetaan partisipatif menurut NGI, inilah pendapat bossnya NGI, Mas Tantyo Bangun (Salam Kenal Mas) yang disampaikan pada workshop tersebut: “pemetaan yang melibatkan publik untuk berpartisipasi dan memperkaya kebutuhan data spasial dengan tema tertentu. Jadi semua orang bisa berkontribusi untuk membagi pengalaman pada orang lain.”
Dari dimuatnya pemetaan partisipatif di NGI diharapkan kita akan semakin mengenal Indonesia, luar dalam, ya keindahannya dan juga kerawanan bencananya (kan saya mengunakan pemetaan risiko secara partisipatif dalam rangka membuat masyarakat Indonesia memahami negerinya dan siaga terhadap bencana). Go ahead Pemetaan Participatory, Go ahead NGI !!!
0 komentar:
Post a Comment