Slider-1-Title-Here

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Aenean commodo ligula eget dolor. Aenean massa. Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Donec quam felis, ultricies nec, pellentesque eu, pretium quis, sem. Nulla consequat massa quis enim.

Slider-2-Title-Here

In enim justo, rhoncus ut, imperdiet a, venenatis vitae, justo. Nullam dictum felis eu pede mollis pretium. Integer tincidunt. Cras dapibus. Vivamus elementum semper nisi. Aenean vulputate eleifend tellus. Aenean leo ligula, porttitor eu, consequat vitae, eleifend ac, enim. Aliquam lorem ante, dapibus in, viverra quis, feugiat a, tellus. Phasellus viverra nulla ut metus varius laoreet.

Slider-3-Title-Here

Aenean imperdiet. Etiam ultricies nisi vel augue. Curabitur ullamcorper ultricies nisi. Nam eget dui. Etiam rhoncus. Maecenas tempus, tellus eget condimentum rhoncus, sem quam semper libero, sit amet adipiscing sem neque sed ipsum. Nam quam nunc, blandit vel, luctus pulvinar, hendrerit id, lorem.

Slider-4-Title-Here

dui quis mi consectetuer lacinia. Nam pretium turpis et arcu. Duis arcu tortor, suscipit eget, imperdiet nec, imperdiet iaculis, ipsum. Sed aliquam ultrices mauris. Integer ante arcu, accumsan a, consectetuer eget, posuere ut, mauris. Praesent adipiscing. Phasellus ullamcorper ipsum rutrum nunc. Nunc nonummy metus. Vestibulum volutpat pretium libero. Cras id dui.

Slider-5-Title-Here

Aenean tellus metus, bibendum sed, posuere ac, mattis non, nunc. Vestibulum fringilla pede sit amet augue. In turpis. Pellentesque posuere. Praesent turpis. Aenean posuere, tortor sed cursus feugiat, nunc augue blandit nunc, eu sollicitudin urna dolor sagittis lacus.

22.4.12

Bagaimana Kesiapan Jabodetabek Terhadap Potensi Gempa Diatas 6SR?

Berbagai ahli sudah bicara tentang potensi gempa di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) namun sudah sampai dimana kesiapan daerah tersebut?

Sudahkah masyarakat dan pemerintah menyadari ancaman tersebut?
Bagaimana gempa pernah memporakporandakan Jakarta dan sekitarnya?


Sejarah Gempa di Jakarta dan Sekitarnya
Dalam catatan sejarah, Jakarta (entah itu Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, DKI Jakarta atau yang lebih tua dari itu) pernah luluh lantak di guncang gempa berkekuatan besar. Peradaban pernah terganggu dengan masifnya di kota Si Pitung itu. Jumlah korban terhitung banyak pada masanya dan bencana ikutan menyertainya seperti kolera, tipus, kelaparan, dll.

Misalnya waktu itu tanggal 5 Januari 1699 Batavia mengalami guncangan yang hebat akibat rambatan gempa di Jawa Barat, saat itu Gunung Salak meletus. Gempa susulan terjadi sampai beberapa hari sesudahnya. Dimana sejumlah guncangan seperti yang tercatat dalam Makalah "Historical Evidence for Major Tsunamis in the Java Subduction Zone" dari Asia Research Institute, terjadi selama tiga perempat jam hingga satu jam. Tepian kali Ciliwung longsor, pepohonan tumbang di seantaro Jakarta, ribuan kubik lumpur ditumpahkan dan sampai di Jakarta, sungai Ciliwung tersumbat demikianpula kanal-kanal Oud Batavia (Jakarta lama). Sehingga banjir lumpur mengepung Jakarta yang baru saja di guncang gempa besar. Kondisi lingkungan tak sehat dan semakin parah (demikian tulisan Sir Thomas Stamford raffless dalam bukunya History of Java). Seakan Jakarta menerima 2 paket sekaligus, gempa dan banjir lumpur. Dampak lainnya: 28 orang tewas, 49 gedung batu yang kokoh hancur, hampir semua rumah mengalami kerusakan.

Walaupun gempa 1699 sering dikaitkan dengan letusan Salak namun beberapa ahli menduga pusat gempa berada di selatan Jakarta, berupa gempa seismik. Hingga saat ini penyebab pasti gempa ini masih menjadi misteri.

Sedangkan pada tahun 1757 Jakarta kembali diguncang gempa dengan kekuatan 7SR di pantai utara Jakarta, berdasarkan catatan NGDC (National Geophysical Data center - United States Department of Commerce) gempa ini diiringi dengan tsunami dengan ketinggian 1 – 3 meter. Kerusakan banyak terjadi di sekitar pantai utara Jakarta bagian timur, dimana Cilincing yang terparah. Kemudian gempa kembali menghantam Jakarta yaitu pada 1780, korban jiwa juga masif pada waktu itu.

Kemudian 27 Agustus 1883 Jakarta kembali menerima dampak dari daerah lain, yaitu letusan Gunung Krakatau yang memicu tsunami setinggi 35 meter. Nyawa melayang di Pulau Jawa bagian barat dan Selatan Pulau Sumatra termasuk Jakarta tercatat 36 ribu jiwa melayang.

27 Februari 1903 juga terjadi gempa besar yang juga berefek sampai Jakarta. Gempa ini sering dikaitkan oleh para ahli adalah gempa yang mirip seperti yang terjadi pada tahun 1699 yaitu akibat letusan Gunung Salak. Jika terbukti berkorelasi maka ada potensi pengulangan dengan siklus 200-an yang mengancam Jakarta.

Nah di tahun 2000-an pun Jakarta masih sering terkena goncangan gempa. misalnya 9 Agustus 2007 terjadi gempa 7,5 SR di laut lepas pantai indramayu pada kedalaman 290 km, yang menggoyang Jakarta.

Kemudian pada Jum’at sore 16 Oktober 2009 pukul 16:52 WIB, USGS – National Earthquake Center menyebut kekuatannya sebesar 6,1SR dengan kedalaman 50,6 km di bawah pulau panaitan. Gempa ini membuat panik sebagian warga Jakarta.

Sebelumnya Agustus 2009 Jakarta juga merasakan gempa akibat gempa di kawasan Jawa Barat bagian selatan yang diguncang gempa 7SR. Dan yang paling anyar adalah gempa yang terjadi pada minggu pagi (15 April 2012), pukul 02:26:39 WIB dini hari. Gempa berkekuatan 6SR yang berlokasi di selatan Ujung Kulon ini membangunkan sebagian warga Jakarta dan sekitarnya. Walaupun tidak ada laporan kerusakan.

Gempa-gempa tersebut bukanlah sekedar deretan lini masa sejarah masa lalu, bagi para pakar gempa dan manajemen bencana ini adalah petunjuk bahwa bencana yang sama bisa berulang di Jakarta dan sekitarnya. Karena fakta membuktikan bahwa sejarah gempa selalu terulang dalam periode waktu tertentu. Sehingga kota Jakarta dan sekitarnya dengan lebih dari 15 juta jiwa haruslah selalu siap menghadapi skenario terburuk.


Bagaimana Gempa Mengancam Jakarta?

Indonesia adalah negara yang beralasakan pada tiga tikar dunia yang dikenal dengan lempeng, yaitu Lempeng Eurasia (dikenal pula dengan Lempeng Sunda), Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik, belum lagi ada bagian Indonesia yang bersentuhan dengan lempeng kecil, misalnya Lempeng Filipina. Pada masing-masing lempeng terdapat ratusan (mungkin ribuan) sesar yang aktif maupun dalam kondisi “tidur”. Masing-masing tepi lempeng bertumbukan dan ada yang bertipe subduksi, yang bila tumbukan atau terjadi pelepasan energi akibat tekanan pada lokasi pertemuan lempeng maka gempa bumi akan terjadi. Banyak Kota-kota Besar di Indonesia, Misalnya Padang, Banda Aceh, Surabaya, Malang, Semarang dan ratusan kota lainnya terletak pada daerah ini, daerah ini dikenal dengan nama sabuk api atau the ring of fires.

Pertemuan Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia disebut Sunda Megathrust, dimana Lempeng Indo-Australia menusuk ke bawah Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia membentang dari arah utara melewati Mentawai, Sumatera Barat, sampai ke Selat Sunda. Lempeng Eurasia atau Lempeng Sunda berasal dari sekitar Mentawai sampai ke arah Nusa Tenggara. Titik temu atau batas antara dua lempeng inilah yang bisa menciptakan gempa maha dahsyat. Bila terjadi hujaman dahsyat ke bawah lempeng Eurasia maka akan terjadi sesar naik dengan kekuatan yang luar biasa. Potensi guncangan ibarat bom waktu itu bisa menimbulkan guncangan sekitar 8,8 SR atau bahkan 9 SR. Secara keseluruhan, jalur Megathrust ini menjulur dari Myanmar, mengarah ke pantai barat Sumatera, lalu di Selatan Jawa, hingga Nusa Tenggara.

Hamparan lempeng raksasa berkilo-kilometer baik di Lempeng Indo-Australia ataupun di Lempeng Eurasia itu memiliki segmen-segmen sendiri di masing-masing lokasi. Setiap segmen itu juga memiliki karakteristik dan perilaku khas masing-masing. Pergerakan di segmen-segmen itulah yang kemudian menciptakan gempa-gempa sedang di beberapa titik yang belakangan biasa disebut sesar geser atau pergerakan di internal lempeng.

Subagyo, ahli Gempa dari ITB menyatakan “Jangan pernah sekalipun memimpikan seberapa dahsyat guncangan tercipta bila Sunda Megathrust bergerak naik. Megathrust terakhir terjadi pada 2004 di Bumi Nangroe Aceh Darussalam. Tsunami menyapu bibir pantai hingga ke Banda Aceh. Gempa dan tsunami menyapu bersih bibir pantai 7 negara lainnya. Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8 negara. Ombak tsunami setinggi 9 meter. Mundur lagi ke belakang, gempa dahsyat yang diakibatkan sesar naik di Sunda Megathrust juga pernah terjadi tahun 1960 yang mengakibatkan gelombang tsunami. Saat itu, gempa yang mengguncang Chili mencapai 9,5 skala richter. Itu merupakan gempa terkuat yang pernah tercatat. Sedikitnya akibat gempa itu 140 orang dilaporkan tewas di Jepang, 61 di Hawaii dan 32 di Filipina. Sekitar tahun 1800an diperkirakan pernah terjadi gempa dahsyat di Mentawai akibat sesar naik Sunda Megathrust.”

Berdasarkan Irwan meilano, seorang anggota tim revisi peta gempa Indonesia yang melalukan penelitian pada radius 500 km dari pusat kota Jakarta, mengungkapkan bahwa ada 12 sumber gempa yang mengelilingi Jakarta dan membuat Jakarta sangat rawan gempa besar.

Ke- 12 sumber itu adalah:

1. Sesar Semangko dengan prediksi kekuatan (magnitude) gempa maksimal 7,6 SR,
2. Sesar Sunda kekuatan maksimal 7,2 SR,
3. Sesar Cimandiri dengan 7,6 SR,
4. Sesar Baribis,
5. Sesar Lembang dengan kekuatan maksimal 6,5 SR.
6. Sesar Opak dengan kekuatan maksimal 6,4 SR,
7. Sesar Lasem kekuatan maksimal 6,5 SR,
8. Sesar Pati 6,8 SR,
9. Sesar Bumiayu,
10. Subduksi Sumatera yang berada dalam radius 210 Km dengan kekuatan maksimal 8,2 SR,
11. Subduksi Jawa dalam radius 172 Km dengan kekuatan maksimal 8,1 SR dan
12. Subduksi Dalam dengan radius 120 Km memiliki kekuatan maksimal 7,8 SR.


Selain kenyataan bahwa ada 12 sumber gempa, Jakarta juga mengalami peningkatan probabilitasnya terhadap gempa, demikian yang seperti yang dikatakan sang Ustadz Gempa Danny Hilman. Probabilitas gempa di Jakarta kini adalah 0,2 g (gravitasi) naik dari angka 0,15 g pada 2002.

Jakarta memang benar-benar ada dalam bayang-bayang gempa, apalagi dengan kenyataan yang ramai dibicarakan para ahli yaitu adanya sesar gempa di Jakarta, yang melintang dari wilayah Ciputat sampai Kota (sesar atau patahan ini disebut juga Sesar Ciputat). Memang pada penelitian di tahun 2006, sesar yang tergolong patahan tua itu dikatakan dalam kondisi tidak aktif/tidur. Tapi, dia bisa “terbangun” kembali. Misalnya, jika sesar itu dirangsang oleh gempa dengan kekuatan di atas 7 SR.

Bagaimana tanah Jakarta? Menurut Encyclopedia of World Geography, Jakarta dibangun diatas tanah yang tidak stabil, sehingga rambatan gempa jadi lebih hebat, demikian yang dikatakan Professor Masyhur Irsyam sang Ketua Tim 9 (Tim Revisi Peta Gempa Indonesia). Dan kawasan Jakarta Utara memiliki kondisi batuan dasar yang memungkinkan terjadinya percepatan rambatan. Bila kita melihat sejarah pada gempa 1699 dimana pusat gempanya bukan di Jakarta namun karena jenis batuan ini maka percepatan rambatan terjadi sehingga guncangannya lebih kuat daripada kekuatan gempa di sumbernya.

Kondisi tanah Jakarta ini sangat berpengaruh pada tingkat keparahannya, misalnya pada gempa 1757 kerusakan di Jakarta bagian utara adalah yang terparah dan Setiabudi di daerah Jakarta Selatan adalah daerah terparah kedua. Kenapa? Karena kedua daerah ini memiliki kondisi tanah yang berbeda.

Oleh karena itu, sejalan dengan Tim 9, identifikasi sumber gempa melalui data seismisitas baik historis maupun instrumental, pemetaan sesar aktif, dan pemantauan deformasi kerak merupakan aspek pentging untuk diperhitungkan.


Apakah Masyarakat Jakarta dan Sekitarnya Sudah Tahu Ancaman Gempa di Jakarta adalah Nyata?
Boleh dikatakan 95% masyarakat Jakarta dan sekitarnya tidak tahu, dengan begitu 5% masyarakatnya tahu. Namun tahukah anda siapa saja yang 5% itu? Mereka adalah Peneliti Gempa dan Bencana, Praktisi Penanggulangan Bencana, Aparat Pemerintah (inipun hanya segelintir dari mereka dan segelintir dari mereka yang bekerja terkait dengan bencana saja yang tahu), Presiden dan Wapres, Staf Ahli Presiden bidang bencana, Kepala BNPB, segelintir wartawan dan segelintir masyarakat yang kritis terhadap penanggulangan bencana dan keselamatan.

Jadi, masih banyak masyarakat Jakarta dan sekitarnya yang belum tahu dan mereka wajib diberitahu karena UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin segenap tumpah darah Indonesia, kemudian UU 24/207 tentang Penanggulangan Bencana yang salah satu pasalnya menyatakan bahwa masyarakat berhak mendapatkan informasi tentang potensi dan ancaman bencana. Bila sampai ada masyarakatnya yang tidak tahu karena pemerintah tidak memberitahu dengan cara yang tepat dan sistematis serta berkelanjutan, maka pemerintah sudah mengabaikan rakyat Indonesia yang seharusnya mereka lindungi dan yang menjalankan roda pemerintahan bisa dikenai sanksi sesuai UU 24/2007.

Sudahkah Pemerintah Kota Tangerang, Pemkot Bekasi dan Kabupaten Bekasi serta Kota Depok mendirikan BPBD? Namun, ada satu (lagi) yang masih mengganjal di DKI Jakarta. Kenapa masih ada dualisme dalam penanggulangan bencana yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DamkarPB). Prinsip dalam penanggulangan bencana adalah kesatuan rencana, kesatuan tindak dan kesatuan komando, namun apakah bisa dengan adanya dua SKPD ini terjadi? Belum lagi masih banyak SKPD lain yang menganggap BPBD adalah “anak baru” dan gak tahu apa-apa.


Bagaimana Mengurangi Risiko Bencana?
Pengurangan risiko bencana gempa dapat dilakukan melalui 7 upaya dan oleh siapa saja, berikut ini adalah contohnya:

1. Peraturan Daerah dan Institusionalisasi
a. Rencana Penanggulangan Bencana
b. Rencana Pengurangan Risiko Bencana

2. Pengetatan Standar Bangunan

3. Sistem Kedaruratan Terpadu
a. Incident Command System
b. Rencana Kontinjensi
c. Rencana Operasi
d. Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi

4. Sistem Peringatan Dini dan Sistem Evakuasi

5. Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan
a. Pelatihan PB
b. Penyuluhan
c. Partisipasi

6. Perubahan Perilaku dan Budaya
a. Upaya Bersama Pengurangan Risiko Bencana Gempa
b. Keluarga Tangguh
c. Kelurahan/Desa Tangguh

7. Simulasi


Bahan dasar dari ke-tujuh pondasi diatas adalah:
1. Peta Kerawanan Gempa Indonesia tahun 2010 yang diikuti dengan pembuatan peta mikrozonasi oleh Pemda.

2. Peta kondisi lingkungan saat ini (perumahan, perkantoran, industri, kepadatan penduduk dan lifeline – jalur jalan, jalur air, jalur listrik, jalur gas, jembatan)

3. Asesmen Kerentanan dan kapasitas yang memasukkan aspek antropologi, sosiologi dan religi.


5 pilar penanggulangan PB harus bekerja sama dalam hal ini, yaitu: 1) Pemerintah, 2) Peneliti, 3) Lembaga Kemanusiaan, 4) Sektor Swasta/Private, dan 5) Masyarakat.


Kerjasama, Berbagi Peran Dan Saling Mengandalkan
Contoh dari apa yang harus dan bisa pemerintah lakukan adalah: misalnya dalam hal pengetatan standar bangunan, pemerintah memiliki kewajiban untuk membuatnya, menjalankan dan mengawasi penerapannya di lapangan. Menerapkan parameter Hazard atau Ancaman gempa sesuai tingkat bahayanya pada desain, konstruksi gedung, serta infrastruktur di wilayah Jakarta merupakan salah satu dari serangkaian upaya pengurangan risiko bencana gempa. Karena bencana gempa dapat terjadi karena kegagalan menerapkan parameter ini.

Peta gempa yang sudah dilansir oleh pemerintah pusat di tahun 2010 harus digunakan sebagai bahan pertimbangan utama dalam ketahanan bangunan. Hal ini dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Karena yang membunuh bukanlah gempanya, namun bangunannya. Untuk pemerintah DKI Jakarta, pembuatan peta mikrozonasi kerentanan gempa yang merupakan kelanjutan dari peta rawan gempa 2010 sudah saatnya dilaksanakan. Karena peta ini adalah modal dasar dalam pembuatan segala kebijakan. Rencana Penanggulangan PB yang sudah dilakukan oleh BPBD DKI harus bisa diimplementasikan oleh SKPD dan instansi terkait, demikianpula rencana pengurangan risiko bencana.

Hanya yang perlu khalayak atau masyarakat luas ketahui adalah bahwa apa yang dilakukan ini bukanlah untuk menghindarkan terjadinya gempa namun itu merupakan upaya untuk mengurangi dampak bila gempa terjadi. Dengan kata singkat: gempa tetap terjadi namun dampak dapat diminimalisir.

Kapan terjadinya gempa sampai saat ini belum dapat diprediksi begitupula kekuatannya dan daya rusaknya, namun lini masa dalam sejarah dan hasil penelitian para ahli gempa dan penanggulangan bencana dapatlah dijadikan sebuah upaya pengurangan risiko dan kesiapsiagaan.

Promosi dan penyuluhan dengan berbasis anthropologi sangat diperlukan dan aksi nyata penyusunan rencana kontinjensi gempa, peningkatan pemahaman tentang gempa, peningkatan keterampilan penyelamatan diri serta pengurangan risiko bencana gempa dan simulasi-simulasi penyelamatan diri sudah harus dimulai.

Pembangunan sistem darurat terpadu harus dilaksanakan secara bersama-sama, bukan hanya pemerintah daerah. Karena berjalan atau tidaknya sistem ini akan berpulang pada kepemilikan sistem oleh para pelakunya. Bila sejak awal tidak ada keterlibatan pihak atau pemangku kepentingan lain maka pemda tidak akan bisa mengaktivasinya. Demikian pula sistem peringatan dini dan sistem evakuasi yang efektif.

Belajar dari kejadian gempa dan tsunami di Jepang Maret tahun lalu, banyak jiwa terselamatkan karena berjalannya ketiga sistem ini (sistem darurat terpadu, sistem peringatan dini dan sistem evakuasi) ditambah pengetahuan masyarakat yang segera mampu mengambil inisiatif mengungsi begitu terjadi gempa dengan ciri-ciri tertentu dapat mengakibatkan tsunami. Memang 20.000 jiwa harus melayang pada bencana tersebut, namun bisa diperhitungkan bila itu tidak terjadi di Jepang maka jumlah korban akan berlipat sepuluh kali.

Simulasi harus sering dilakukan. Hanya saja sudah menjadi karakter bangsa Indonesia yang meremehkan simulasi, padahal simulasi yang berulang dan diikuti dengan sungguh-sungguh akan menanamkan refleks terarah evakuasi disaat dibutuhkan. Semua ini harus dilakukan secara efektif dan efisien oleh kelima pilar penanggulangan bencana. Karena diantara mereka harus tumbuh sikap kerjasama (bukan sekedar sama-sama kerja), berbagi peran dan saling mengandalkan. Saling emngandalkan karena masing-masing pilar memiliki kelebihan yang belum tentu dimiliki pilar lainnya. Yuk kita siaga bencana. (Jakarta; 21 April 12)


Yang harus diingat: walaupun DKI dalam tulisan ini yang terancam gempa, namun gempa tidak memandang batas administrasi, jadi Jabodetabek haruslah siaga dan saling bersinergi.


Note: Tulisan ini berasal dari berbagai sumber. Diolah demi kepentingan penyadaran kesiapsiagaan bencana, bukan menantang bencana.

Sumber:
1. http://www.bnpb.go.id/website/asp/berita_list.asp?id=812 diunduh pada 21 Apr. 12, pukul 11:47 siang.
2. http://teknologi.vivanews.com/news/read/305082-12-sumber-gempa-kepung-jakarta diunduh pada 21 Apr. 12, pukul 10:35 WIB Pagi.
3. http://www.pgis-sigap.blogspot.com/2011/03/tahun-1757-pernah-ada-gempa-dan-tsunami.html diunduh pada 21 Apr. 12, pukul 11:19 WIB siang
4. http://nasional.vivanews.com/news/read/305432-bengkulu-jabar-waspada-siklus-gempa-1875 diunduh pada 21 Apr. 12, pukul 10:45 WIB pagi
5. http://metro.vivanews.com/news/read/305630-misteri-penyebab-gempa-besar-jakarta-1699 diunduh pada 21 april 2012 pukul 10:47 WIB pagi
6. http://sorot.vivanews.com/news/read/166557-gempa-jakarta--siapkah-kita- diunduh 21 Apr. 12 pukul 10:31 WIB pagi
7. http://fokus.vivanews.com/news/read/304968-hujaman-di-sunda-megathrust diunduh pada 21 Apr. 12 pukul 10:30 WIB Pagi.
8. http://teknologi.vivanews.com/news/read/299206--kapal-hantu--tsunami-terlihat-di-kanada diunduh pada 21 Apr. 12, pukul 11:00 siang

Share Me


Silahkan memberikan komentar anda mengenai tulisan ini disini, atau di boks dibawah tulisan ini, terima kasih.
View My Profile on View ujang lasmana's profile on LinkedIn

GPS murah di sini, kontak: tracknavigate[at]yahoo[dot]com

0 komentar:

Post a Comment

Another Articles

Ready to Download

Silahkan Unduh Manual dibawah ini, bila dijadikan referensi mohon dicantumkan sumbernya.

Manual Mahir Memanfaatkan Peta Navigasi.net untuk Garmin Map 76 CSx, ETrex Vista HCx dan Nuvi Series dalam 30 Menit

Manual singkat yang berisikan langkah-langkah Instalasi dan memanfaatkan peta navigasi.net untuk GPS Garmin Map 76 CSx, ETrex Vista HCx dan Nuvi Series


Manual Mahir Garmin Map 76 CSx dalam 30 Menit

Manual singkat yang berisikan langkah-langkah penggunaan GPS Garmin Map 76 CSx


Manual Garmin HCx untuk Pemetaan Risiko Bencana

Manual yang berisikan langkah-langkah penggunaan GPS Garmin HCx untuk memetakan risiko bencana, dan juga berisi bagaimana mengolah data di MapSource setelah mendapatkan data GPS


Daftar Legenda dalam Pemetaan Risiko Bencana

Berisikan legenda-legenda yang ada dalam manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko digunakan dalam memetakan risiko bencana


Daftar Kebutuhan Pemetaan Risiko Bencana

Daftar yang berisikan keperluan-keperluan pemetaan risiko bencana yang biasa digunakan oleh PMI


Daftar Istilah dalam Pemetaan Risiko Bencana

Berisikan istilah-istilah yang ada dalam manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko digunakan dalam memetakan risiko bencana


Kamus SIGaP/ Dictionary of PGIS

Berisikan istilah-istilah yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografis Partisipatif, keluaran PPGIS/IAPAD


Diagram Alur Pemetaan Risiko Bencana

Diagram alur pemetaan risiko bencana yang biasa digunakan oleh PMI


Formulir Hazard

Formulir Hazard/Ancaman yang biasa digunakan oleh PMI


Formulir Isian

Formulir Isian dalam pemetaan risiko yang biasa digunakan oleh PMI




Daftar di bawah ini merupakan Bab-bab yang ada dalam Buku Manual Sistem Informasi Geografis Partisipatif (SIGaP): Pemetaan Risiko yang dilakukan secara Partisipatif

Bab 2: GPS

Bab 2 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan dasar-dasar GPS dan hubungannya dengan Risiko Bencana


Bab 4: Analisa Data

Bab 4 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan bagaimana menganalisa data yang sudah didapat dalam pemetaan di lapangan oleh Sukarelawan PMI


Bab 5: Membuat Peta Tumpang Susun/Overlay, Peta Dinding, dan 3 Dimensi

Bab 5 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan bagaimana membuat peta tumpang susun, peta dinding, dan peta 3 Dimensi. Langkah ini merupakan langkah berikutnya setelah pengolahan data dengan MapSource


Bab 6: Google Earth

Bab 6 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan dasar-dasar pemanfaatan Google Earth dalam pemetaan Risiko

Ready Downloaded List: Mapping Software

Download Google Earth
Google Earth Versi 6.2

Unggah Google Earth versi terbaru



Download MapSource Mutakhir MapSource software version 6.16.3

Tingkatkan MapSource anda dengan piranti lunak MapSource terbaru dari sumber aslinya



Up Date software unit Garmin Anda Up Date Software Garmin Anda

Tingkatkan Performa GPS Receiver Garmin anda dengan piranti lunak dari sumber aslinya

Reader