13.8.08
Memetakan Daerah Rawan Bencana di Sulawesi Selatan, Lampung dan Sumatera Barat
Indonesia secara geografis merupakan Disaster Prone Area atau daerah bencana, negeri indah ini dipagari oleh pegunungan aktif yang memanjang, di kelilingi lautan dan dialasi oleh lempengan yang bergerak aktif. Sehingga Gunung meletus, banjir, angin topan maupun gempa bumi kerap hadir.
Namun, apakah kita telah siap menghadapinya?
Palang Merah Indonesia (PMI) telah berupaya untuk itu, diantaranya adalah dengan menyiapkan SDM dan sumberdaya pendukung lainnya melalui program Kesiapsiagaan Bencana atau Disaster Preparedness.
Disaster Preparedness adalah bagian dari manajemen bencana, disamping tindakan mitigasi, tanggap bencana dan rehabilitasi pasca bencana.
Salah satu kegiatan Disaster Preparedness adalah memetakan daerah rawan bencana.
PMI, dengan bantuan Palang Merah Denmark, melalui program Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat telah melakukan pemetaan daerah rawan bencana di tiga Propinsi sebagai proyek percontohan.
Sepanjang bulan Juli sampai September saya melakukan pemetaan tersebut, dibantu oleh sukarelawan PMI dari ketiga Propinsi tersebut. Saya memulainya dari Sulsel dan mengakhirinya di Sumbar. Pemetaan yang saya lakukan meliputi pemetaan batas Desa, sumber kehidupan, fasilitas publik dengan infrastrukturnya, ancaman bencana dan jalur aman untuk evakuasi. Dalam kegiatannya, pemetaan ini sangat mengandalkan partisipasi masyarakat karena merekalah yang paling tahu mengenai daerahnya dan sebagai upaya menyadarkan bahwa dampak bencana bisa kita kurangi dan bencana bisa kita hindari.
Berbekalkan laptop dan alat penerima GPS (Global Positioning Sytem) saya mulai memetakan daerah-daerah tersebut. Pada awalnya, saya sempat khawatir dengan peralatan elektronik ini. Maklum laptop adalah alat yang rentan rusak bila terkena guncangan dan benturan. Untunglah dengan GigaStorage 3.0 laptop saya jadi mudah dibawa dan terlindung dari guncangan dan benturan, demikian pula dengan GPS saya yang saya bawa dengan Protector_3.
Bone
Daerah yang pertama saya kunjungi adalah Bone, tepatnya di Desa Tawaroe. Desa ini memiliki tiga dusun (Dusun Tawaroe, Tuang Leo dan Are’e) yang dipisahkan oleh sebuah sungai besar yang menurut masyarakat setempat berbuaya. Sebagian besar sumber kehidupannya adalah bertani. Namun disepanjang sungai terlihat banyaknya penambang pasir yang mengeruk pasir tanpa peduli dengan akibatnya. Sepanjang sungai terlihat banyaknya titik-titik longsor akibat penambangan tersebut.
Desa ini pada musim penghujan rutin dilanda banjir, pada saat banjir bukan hanya diserang oleh derasnya air sungai yang berasal dari Danau Tempe tetapi juga diserang oleh kumpulan eceng gondong (egon) sehingga kami menyebutnya Egon Invasion. Disamping itu ancaman longsor disepanjang sungaipun tak kalah mengancam.
Sungai besar yang membelah desa ini berbelok di salah satu dusun sehingga menyebabkan kerusakan yang sangat parah di daerah ini. Bila air datang dengan kecepatan tinggi maka daerah itu langsung dihantam dengan arusnya yang berputar dan eceng gondoknya.
Masyarakat Tawaroe yang beretnis Bugis ini sudah “terbiasa” dengan banjir, namun begitu mereka menginginkan terbebas dari banjir atau paling tidak, bila banjir menyerang dampaknya tidaklah merugikan warga.
Berangkat dari itu, saya merasa banyak sekali mendapat dukungan dalam memetakan daerah ini. Sebagai kegiatan yang berbasiskan masyarakat maka saya melaksanakan pemetaan dengan dukungan penuh masyarakat yang sadar bahwa dampak bencana dapat dikurangi bila kita telah menyiapkan langkah-langkah yang baik dan benar. Masyarakat setempat telah membentuk Tim Siaga Bencana Tingkat Desa yang secara rutin mendapat pelatihan dari PMI Cabang Bone.
Pemetaan yang saya lakukan dibagi atas beberapa bagian, diantaranya adalah sumber kehidupan, batas desa, daerah rentan, kemampuan daerah serta batas banjir dengan arah datangnya ancaman dan yang terpenting adalah memetakan jalur aman untuk evakuasi.
Suoh, desa yang mengesankan
Suoh adalah sebuah desa di Kabupaten Lampung Barat yang rawan terhadap gempa bumi, banjir dan longsor. Desa ini adalah desa yang paling berkesan bagi saya dalam memetakan daerah rawan bencana kali ini. Hal ini karena untuk mencapai desa ini saya harus naik ojek motor trail selama 2 jam, bukan hanya itu perjalanan yang ditempuh adalah naik dan turun bukit yang terkadang tanjakan atau turunan yang dilalui sangat vertikal. Sering saya melihat jalan yang akan saya lalui di bukit berikut betapa terjalnya. Pada saat memetakan di Suoh, modal utamanya adalah daya tahan tubuh dalam melakukan perjalanan karena rute yang dilalui adalah naik dan turun bukit dengan jalan kaki.
Perjalanan ke desa ini ditempuh selama dua jam bila kondisi tidak sedang hujan bila hujan maka perjalanan akan lebih lama lagi bisa mencapai lima jam itupun roda motor harus menggunakan rantai, maklum “aspal coklat”nya akan meleleh bila hujan mengguyur. Sebuah perjalanan yang mengesankan, walaupun (maaf) pantat dan pinggang pegel-pegel.
Perjalanan dengan ojek dimulai dari Sekincau. Disepanjang perjalanan kita bisa menyaksikan indahnya pemandangan, bukit yang hijau dengan perkebunan yang beraneka ragam, perumahan yang berjarak jauh satu sama lain. Turunan dan tanjakan curam dengan jurang disisi jalan yang menggetarkan hati.
Pada suatu titik, kami harus berhenti di tepi sungai untuk menyeberanginya dengan getek, yang tentu saja bersama-sama dengan motor yang kami tumpangi.
Masyarakat Suoh adalah masyarakat yang heterogen, suku asli (Lampung) hidup berdampingan dengan damai bersama masyarakat dari suku Jawa dan Sunda. Mereka hidup sebagai petani. Perkebunan coklat dan pesawahan mendominasi Suoh. Seperti halnya di Bone, di Suoh-pun masyarakatnya telah membentuk Tim Siaga Bencana Tingkat Desa.
Suoh dibelah oleh sebuah sungai besar yang unik, sungai itu bernama Sungai Semangka. Uniknya adalah sungai itu sering berpindah-pindah alirannya.
Desa induk suoh, berdasarkan beberapa penelitian, sebenarnya terletak tepat diatas sebuah kawah yang telah tertutup tanah. Oleh karena itu gempa bumi adalah hal yang rutin dijumpai di Suoh. Pada saat saya melakukan pemetaan berkali-kali saya merasakan gempa kecil tersebut, biasanya saya merasakannya pada malam hari, mungkin karena saat itu saya sedang tidak beraktifitas.
Di Suoh terdapat kawah aktif dan danau yang indah. Danau ini ada yang mengandung minyak – air danaunya berwarna hitam.
Selayang Pandang, Pesisir Selatan
Perjalanan terakhir saya dalam memetakan daerah rawan bencana kali ini adalah Selayang Pandang yang berada di wilayah administratif Kabupaten Pesisir Selatan Sumatra Barat. Daerah ini adalah daerah pantai (Dusun Luhung) dan perbukitan (Dusun Lubuk Kumpai) dengan ancaman bencananya adalah banjir dan abrasi pantai.
Luhung, beberapa tahun yang lalu tidak terancam abrasi pantai. Pada waktu itu tepi pantai masih didominasi oleh krikil dan bebatuan yang menjaga hantaman gelombang. Namun setelah masyarakat setempat mengeksplorasi krikil dan bebatuan secara membabi buta mengakibatkan abrasi menghantam Luhung. Dalam jangka waktu kurang dari setahun saja sudah sekitar 50 meter adri tepi pantai yang terabrasi, banyak rumah yang hancur akibat abrasi ini.
Ancaman lainnya bagi Selayang Pandang adalah banjir yang rutin berkunjung, baik karena pasang naik atau karena curah hujan. Maklum karena abrasi membuat mulut sungai di laut menjadi mengecil seperti leher botol maupun akibat pendangkalan oleh pasir yang datang dari pantai.
Masyarakat setempat telah menyadari bahwa bencana yang sering dialaminya adalah akibat manusia yang serakah, sehingga langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya sudah menjadi suatu hal yang perlu diambil, baik bersama pemda setempat maupun dengan PMI dan dengan leading dari masyarakat itu sendiri. Untuk itu seperti halnya di Bone dan Suoh, masyarakat Selayang Pandang-pun telah membentuk Tim Siaga Bencana Tingkat Desa yang salah satu kegiatannya adalah mereduksi risiko terjadinya bencana.
Perjalanan yang dilakukan untuk memetakan daerah ini adalah perjalanan yang dimulai dari pantai kemudian naik ke bukit turun kembali ke pantai untuk mengakhiri pemetaan. Sebuah perjalanan yang mengesankan.
Itulah pengalaman saya dalam memetakan daerah rawan bencana, sebuah perjalanan yang lengkap, pegunungan, tepi sungai dan pantai. Sebuah kenangan dari Palang Merah. Uj. Dede Lasmana. {tulisan ini telah dimuat di Eiger Adventure News – Edisi #37/ Juli – Agustus 2005}
Akhir dari Tulisan Ini
Another Articles
Post Groups
Ready to Download
Manual singkat yang berisikan langkah-langkah Instalasi dan memanfaatkan peta navigasi.net untuk GPS Garmin Map 76 CSx, ETrex Vista HCx dan Nuvi Series
Manual singkat yang berisikan langkah-langkah penggunaan GPS Garmin Map 76 CSx
Manual yang berisikan langkah-langkah penggunaan GPS Garmin HCx untuk memetakan risiko bencana, dan juga berisi bagaimana mengolah data di MapSource setelah mendapatkan data GPS
Daftar Legenda dalam Pemetaan Risiko Bencana
Berisikan legenda-legenda yang ada dalam manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko digunakan dalam memetakan risiko bencana
Daftar Kebutuhan Pemetaan Risiko Bencana
Daftar yang berisikan keperluan-keperluan pemetaan risiko bencana yang biasa digunakan oleh PMI
Daftar Istilah dalam Pemetaan Risiko Bencana
Berisikan istilah-istilah yang ada dalam manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko digunakan dalam memetakan risiko bencana
Kamus SIGaP/ Dictionary of PGIS
Berisikan istilah-istilah yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografis Partisipatif, keluaran PPGIS/IAPAD
Diagram Alur Pemetaan Risiko Bencana
Diagram alur pemetaan risiko bencana yang biasa digunakan oleh PMI
Formulir Hazard
Formulir Hazard/Ancaman yang biasa digunakan oleh PMI
Formulir Isian
Formulir Isian dalam pemetaan risiko yang biasa digunakan oleh PMI
Daftar di bawah ini merupakan Bab-bab yang ada dalam Buku Manual Sistem Informasi Geografis Partisipatif (SIGaP): Pemetaan Risiko yang dilakukan secara Partisipatif
Bab 2: GPS
Bab 2 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan dasar-dasar GPS dan hubungannya dengan Risiko Bencana
Bab 4: Analisa Data
Bab 4 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan bagaimana menganalisa data yang sudah didapat dalam pemetaan di lapangan oleh Sukarelawan PMI
Bab 5: Membuat Peta Tumpang Susun/Overlay, Peta Dinding, dan 3 Dimensi
Bab 5 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan bagaimana membuat peta tumpang susun, peta dinding, dan peta 3 Dimensi. Langkah ini merupakan langkah berikutnya setelah pengolahan data dengan MapSource
Bab 6: Google Earth
Bab 6 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan dasar-dasar pemanfaatan Google Earth dalam pemetaan Risiko
Ready Downloaded List: Mapping Software
Google Earth Versi 6.2
Unggah Google Earth versi terbaru
Download MapSource Mutakhir MapSource software version 6.16.3
Tingkatkan MapSource anda dengan piranti lunak MapSource terbaru dari sumber aslinya
Up Date software unit Garmin Anda Up Date Software Garmin Anda
Tingkatkan Performa GPS Receiver Garmin anda dengan piranti lunak dari sumber aslinya
ada rencana pemetaan di Pulau Bangka ga? memang sih banyak yang bilang pulau bangka tergolong aman. tapi agak ketar ketir juga mengingat seringnya bencana alam di indonesia.
ReplyDeleteBeberapa kalangan memang menganggap seperti itu, easy.
ReplyDeleteNamun perlu juga diwaspadai dengan adanya perubahan iklim bagi kepulauan.
Semoga saja PMI Cabang setempat dapat mengusulkan ke PMI Pusat untuk memetakan risiko disana bersama masyarakat lokal.