Pada saat teman saya dari Afrika membaca jadwal kuliah modul PGIS di ITC Belanda, dia berkomentar begitu melihat ada sesi pemetaan oleh anak-anak.
Bagaimana bisa anak-anak membuat peta yang layak untuk sebuah perencanaan perkotaan, paling-paling hasil yang kita dapat adalah coret-coretan yang tidak bermakna. Seperti itulah komentarnya.
Tapi, betulkah anak-anak tidak bisa membuat peta?
Ya, betul tergantung usianya.
Awal tahun ini saya berkesempatan untuk memfasilitasi pelatihan asesmen kerentanan dan kapasitas suatu desa terkait ancaman dan risiko bencana, dan salah satu materinya adalah pemetaan.
Pada saat field exercise satu kelompok saya minta untuk membuat peta desa Ciloto dengan anak-anak sebagai pelaksananya. Sama seperti teman saya, peserta juga tercengang bagaimana bisa anak-anak membuat dan bagaimana pendekatannya. Terbayang oleh mereka. Anak-anak hanya hilir mudik, banyak bertanya karena tidak jelas walaupun sudah dijelaskan berkali-kali. Dan hasilnya hanya coretan.
Selanjutnya, proses pemetaan bersama anak-anak dimulai. Dan peserta pelatihan sebagai fasilitator menjelaskan terlebih dahulu kepada anak-anak hal-ihwal peta desa dan kenapa mereka harus membuat peta tersebut.
Memang dasarnya anak-anak, tetap saja mereka tetap suka bermain dan bercanda.
Tidak seperti awal pelaksanaan, 10 menit setelah dimulai, terlihat wajah-wajah para fasilitator bisa tersenyum. Apalagi setelah dilihat ternyata anak-anak SD itu bisa membuat peta. Dan anak-anak itu terlihat menikmati, apalagi setelah ada bantuan logistik untuk para tamu kecil itu, yah permen roti, air mineral dll.
“Aman dan Damaikah” proses pembuatan peta? Jelas tidak. Perdebatan, saling ejek karena yang lain tidak tahu suatu lokasi terjadi sering terjadi. Pada saat perdebatan baru terjadi terlihat seorang fasilitator ingin mendamaikan, segera saya “tarik” ia dan saya katakan biarkan saja mereka mencari kesepakatan diantara mereka sendiri. Mereka tidak akan saling berkelahi hanya karena ini.
Setelah sekitar dua jam, selesailah peta desa mereka.
Dan hasilnya?
Terlihat beberapa titik, beberapa diantaranya yaitu mereka banyak mengidentifikasi factory outlet dan hotel (memang sih disana banyak FO dan hotel), saya tanya kenapa kalian memetakan FO? Mereka menjawab karena setiap lebaran kami dibelikan pakaian oleh orang tua di FO. Hotel? Karena kami nantinya bekerja di hotel sekitar desa.
Bagaimana tempat yang mereka benci? Ada yang memetakan suatu sekolah karena dia benci dengan salah satu siswanya atau karena ia sekolah disana atau karena ia berencana nanti sekolah disana (dipesantren misalnya).
Untuk lokasi berbahaya setelah saya bandingkan dengan peta orang dewasa, terlihat lebih banyak dipetakan oleh anak-anak, alasannya? Orang tua mereka mengatakan daerah itu berbahaya sehingga mereka memetakannya. Dikejar dengan pertanyaan apakah ada yang pernah ke tempat bahaya tersebut? mereka jawab ya pernah, terutama anak laki-laki, karena mereka penasaran.
Setelah puas menggali informasi, mereka kami bawa ke tempat pertemuan utama dan meminta mereka untuk mempresentasikan hasilnya di depan orang tua mereka. Jelas grogi mereka, namun setelah di beri “penguatan” akhirnya mereka PeDe juga.
Dan presentasi mereka membuat orang tua mereka terperangah dengan kemampuan anak mereka. Terutama dengan pengetahuan spasial anak mereka.
Jadi, anak-anak bisa juga kan membuat peta wilayah?
AKHIR DARI TULISAN INI
lucu juga ya anak2 itu.. memetakan FO dan Hotel..
ReplyDeletebahkan mereka sudah "meramalkan" masa depannya nanti bakal bekerja di hotel :D
Wah...mappers yunior dunk...
ReplyDelete