20.10.09
Serbuan Gempa & Kewaspadaan
Gempa melepaskan energi sebesar 21 kiloton TNT atau sama dengan energi yang dihasilkan ledakan bom nuklir Hiroshima. Getaran gempa menjalar hingga sejauh 484 km dari episentrum. Atau hingga mencapai kota Cilacap di sebelah timur serta Palembang dan Bengkulu di utara. Namun, getaran yang benar-benar bisa dirasakan manusia (yakni pada intensitas 3 MMI) sebenarnya hanya menjalar hingga 230 km dari episentrum.
Dilihat dari kedalaman sumbernya gempa ini sebenarnya dihasilkan dari patahnya bagian lempeng Australia di kawasan Selat Sunda yang sudah menukik ke dalam mantel Bumi setelah melewati batas pertemuan (zona subduksi) dengan lempeng Sunda yang menjadi dasar berdirinya Kepulauan Indonesia bagian barat. Bagian yang patah itu luasnya sekitar 20 x 10 km persegi. Bukan hanya patah saja bagian tersebut kemudian bergeser naik miring ke atas sejauh 30 cm.
Nah, gempa yang 'cuma' dihasilkan dari patahnya lempeng Australia ini secara teknis disebut gempa dalam lempeng alias gempa intraplate. Kosa kata gempa intraplate melejit belakangan ini tatkala hampir 2 bulan silam kawasan Jawa Barat bagian selatan diguncang oleh gempa kuat dengan Mw 7,0 skala magnitudo. Dan, belum lepas dari ingatan kita betapa Padang dan sekitarnya diharubirukan oleh gempa kuat dengan Mw 7,6 skala magnitudo yang ternyata juga jenis gempa intraplate.
Jauh hari sebelumnya kita pun pernah dikejutkan oleh gempa intraplate yang lain. Tepatnya pada 9 Agustus 2007 dengan Mw 7,5 skala magnitudo yang bersumber pada kedalaman 290 km di Laut Jawa lepas pantai Indramayu.
Mengapa belakangan ini sering muncul gempa intraplate di Indonesia? Jawabannya belum diketahui. Jangankan sumber gempa yang cukup dalam dan tersembunyi. Sumber gempa yang nampak di permukaan bumi pun seperti zona-zona subduksi dan patahan-patahan aktif di sekujur Kepulauan Indonesia pun belum banyak diketahui meskipun 60% pusat pemukiman penduduk di negeri ini berdiri di atas daerah patahan.
Bumi ini dan lebih khusus lagi Kepulauan Indonesia memiliki dinamikanya yang tersendiri. Dan, salah satu produknya adalah gempa yang jadwal waktunya tidak berkelit berkelindan dengan jadwal waktu ala manusia. Tunggu tunggu tunggu dan tiba-tiba drrrrr.
Ilmu pergempaan sudah seabad lebih bergumul dengan teori dislokasi elastik untuk mengkaji sifat-sifat sumber gempa dan sekaligus memprediksi kapan penumpukan tekanan dalam suatu sumber gempa akan melampaui batas daya tahan batuan di tempat tersebut. Namun, sebagian seismolog belakangan mengakui bahwa waktu terjadinya gempa di satu sumber lebih sering bersifat acak (random) dan cenderung berkelompok (cluster) pada selang waktu tertentu ketimbang mengikuti jadwal waktu ala teori dislokasi elastik.
Makanya meramal waktu kejadian gempa adalah nonsense dalam pengetahuan masa kini. Bila kita sering dihebohkan dengan isu akan munculnya gempa besar dalam magnitude tertentu dalam waktu tertentu, seperti yang telah menciutkan ribuan orang di Banten, Lampung, Surabaya, dan Bantul beberapa waktu lalu, sekali lagi itu adalah nonsense.
Ketidakmungkinan manusia memprediksikan waktu kejadian sebuah gempa dengan hasil yang akurat sebagaimana kita memprediksikan cuaca membuat kesiapsiagaan terhadap gempa merupakan hal esensial yang harus dilakukan secara terus-menerus. Bukan sekedar hangat-hangat tahi ayam.
Gempa Ujungkulon lalu, secara teoritis, hanya menghasilkan guncangan maksimum sebesar 6 MMI saja, yang getarannya baru dalam taraf sanggup meretakkan bangunan. Namun, belum merubuhkannya. Dan guncangan 6 MMI ini sejatinya hanya terasakan di kawasan Taman Nasional Ujungkulon. Namun, gempa yang 'ringan' ini, semoga menjadi pembuka mata hati kita bahwa kewaspadaan terhadap gempa adalah keniscayaan. Bahwa bumi terus bergerak di dalam sana dengan segala tingkah laku yang belum sepenuhnya kita pahami. Namun, getarannya sudah terlalu sering kita rasakan▲
Ma'rufin Sudibyo
Jl Nanas C-4 Jadimulya Cirebon
marufins@yahoo.com
0817727823
Tulisan ini dimuat di www.detik.com
Komentar? Klik Disini
Another Articles
Post Groups
Ready to Download
Manual singkat yang berisikan langkah-langkah Instalasi dan memanfaatkan peta navigasi.net untuk GPS Garmin Map 76 CSx, ETrex Vista HCx dan Nuvi Series
Manual singkat yang berisikan langkah-langkah penggunaan GPS Garmin Map 76 CSx
Manual yang berisikan langkah-langkah penggunaan GPS Garmin HCx untuk memetakan risiko bencana, dan juga berisi bagaimana mengolah data di MapSource setelah mendapatkan data GPS
Daftar Legenda dalam Pemetaan Risiko Bencana
Berisikan legenda-legenda yang ada dalam manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko digunakan dalam memetakan risiko bencana
Daftar Kebutuhan Pemetaan Risiko Bencana
Daftar yang berisikan keperluan-keperluan pemetaan risiko bencana yang biasa digunakan oleh PMI
Daftar Istilah dalam Pemetaan Risiko Bencana
Berisikan istilah-istilah yang ada dalam manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko digunakan dalam memetakan risiko bencana
Kamus SIGaP/ Dictionary of PGIS
Berisikan istilah-istilah yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografis Partisipatif, keluaran PPGIS/IAPAD
Diagram Alur Pemetaan Risiko Bencana
Diagram alur pemetaan risiko bencana yang biasa digunakan oleh PMI
Formulir Hazard
Formulir Hazard/Ancaman yang biasa digunakan oleh PMI
Formulir Isian
Formulir Isian dalam pemetaan risiko yang biasa digunakan oleh PMI
Daftar di bawah ini merupakan Bab-bab yang ada dalam Buku Manual Sistem Informasi Geografis Partisipatif (SIGaP): Pemetaan Risiko yang dilakukan secara Partisipatif
Bab 2: GPS
Bab 2 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan dasar-dasar GPS dan hubungannya dengan Risiko Bencana
Bab 4: Analisa Data
Bab 4 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan bagaimana menganalisa data yang sudah didapat dalam pemetaan di lapangan oleh Sukarelawan PMI
Bab 5: Membuat Peta Tumpang Susun/Overlay, Peta Dinding, dan 3 Dimensi
Bab 5 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan bagaimana membuat peta tumpang susun, peta dinding, dan peta 3 Dimensi. Langkah ini merupakan langkah berikutnya setelah pengolahan data dengan MapSource
Bab 6: Google Earth
Bab 6 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan dasar-dasar pemanfaatan Google Earth dalam pemetaan Risiko
Ready Downloaded List: Mapping Software
Google Earth Versi 6.2
Unggah Google Earth versi terbaru
Download MapSource Mutakhir MapSource software version 6.16.3
Tingkatkan MapSource anda dengan piranti lunak MapSource terbaru dari sumber aslinya
Up Date software unit Garmin Anda Up Date Software Garmin Anda
Tingkatkan Performa GPS Receiver Garmin anda dengan piranti lunak dari sumber aslinya
0 komentar:
Post a Comment