12.10.08
Multi Displin Ilmu Dalam Penanganan Bencana dengan Pendekatan Geografi
Senin, 31 Januari 2005
Bencana alam yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara merupakan salah satu bencana yang terbesar terjadi di millennium ketiga, sudah semestinya dapat ditangani secara modern atau setidaknya perlu adanya manajerial dalam penanganannya. Berita yang ada, baik dikoran maupun media elektronik menggambarkan bahwa pasca bencana yang sudah memasuki seminggu lebih ini belum menunjukkan adanya koordinasi yang tepat atau efisiensi penanggulangan bencana.
Memang kualitas dan kuantitas dampak dari bencana ini jauh dari yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Namun di era komputerasi yang serba digital ini mestinya penanganan bencana haruslah lebih mampu untuk menangani problema yang terjadi setelah bencana secara efektif dan efisien, dengan bantuan berbagai disiplin ilmu. Masalah-masalah yang kemudian timbul setelah bencana diantaranya yaitu:
• Langkah apa yang mesti diambil oleh pemerintah atau lembaga berwenang sebagai pemegang kendali pemerintahan di negara ini.
• Bagaimana hirarki & struktural pemegang koordinasi tim relawan, mulai dari yang tertinggi, kemudian tingkat propinsi, kabupaten hingga yang paling rendah yang berada di lapangan.
• Bagaimana sebaiknya pendistribusian bantuan mulai dari air, makanan, obat-obatan, tim medis, tim sukarelawan, pakaian serta bahan bantuan lain yang mendukung dan sangat dibutuhkan.
• Bagaimana metode evakuasi yang tepat untuk setiap wilayah yang terkena bencana
• Bagaimana pembagian tugas dan koordinasi seluruh relawan yang dikirim, sehingga setiba di lapangan mereka sudah mempunyai gambaran apa yang akan mereka kerjakan disana, dan tidak ada lagi yang merasa paling berperan atau mempunyai posisi yang lebih tinggi dari yang lain, sehingga para relawan tahu batas kewajibannya di lapangan dan dapat menjalankan perannya masing-masing.
• Bagaimana perencanaan, pelaksanaan restrukturisasi/perbaikan infrastruktur di wilayah bencana, dengan mendata kerusakan akibat bencana terlebih dahulu.
Perbaikan sarana dan prasarana dilaksanakan setelah pengevakuasian dan penyelamatan korban selesai, namun ada beberapa sarana dan prasarana umum yang harus segera ditangani/perbaiki, seperti jaringan telekomunikasi dan listrik, jalan utama dan jembatan, rumah sakit/puskesmas dan sarana-prasarana umum penting lainnya, seperti posko baik kesehatan, pengungsian, bantuan, dan lainnya. Melihat contoh bencana yang terjadi di Aceh, dampak bencana, kerusakan dan jumlah korban yang sedemikian besar membutuhkan penanganan yang cepat, efesien dan terkoordinasi.
Indonesia sudah semestinya mempunyai satu kementerian setingkat departemen, yang tugasnya sebagai pemegang kendali tertinggi dalam penanganan setiap adanya bencana nasional. Bencana nasional yang terjadi di Aceh bukan tidak mungkin akan kembali terjadi mengingat negara kepulauan Republik Indonesia memiliki tingkat kerawanan bencana alam yang tinggi. Dari lima pulau besar Indonesia, hanya pulau Kalimantan yang relatif stabil dari bencana alam. Kelembagaan Saat ini, lembaga atau badan yang mengkoordinasi penanggulangan pasca bencana, adalah Bakornas PBP (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi), Basarnas (Badan Search and Resque Nasional), dan PMI (Palang Merah Indonesia). Beberapa pihak biasanya turut membantu seperti Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), organisasi pecinta alam (Wanadri, Mapala UI, dan lainnya), serta sejumlah Partai Politik beserta LSM (kemanusiaan, kesehatan dan lingkungan). Besarnya potensi bantuan yang diberikan lembaga/organisasi/masyarakat umum baik dalam negeri maupun luar negeri serta pihak-pihak lain dalam menangani bencana alam, seperti yang kita lihat akhir-akhir ini bantuan untuk Aceh, membutuhkan koordinasi yang kuat dan bersih agar bantuan dapat sampai sesuai dengan tujuannya. Koordinasi yang baik dan bersih terlihat pada posko bantuan Aceh melalui Media Group, dimana bantuan tercatat, diaudit dan disalurkan sesuai dengan kondisi di lapangan. Surya Paloh, pimpinan Media Group juga menjadi pemegang kendali posko bantuan dan ikut terjun ke lapangan untuk melihat kondisi langsung dan sekaligus membuka mata dan telinga pemirsa mengenai bencana di Aceh dan Sumut melalui berita-berita di televisi.
Tulisan ini bertujuan untuk menggugah segenap komponen bangsa, agar mau mengkonsolidasikan secara bersama untuk dimasa mendatang, apakah sebaiknya Pemerintah mendirikan Depertemen Penanggulangan Pasca Bencana Nasional untuk mengatasi bencana demi bencana yang datang menimpa negara kita atau cukup ditangani lembaga semacam Bakornas dan Basarnas. Ilmu yang berperan dalam pengambilan langkah-langkah penanggulangan bencana diantaranya:
1. Interpretasi Foto Udara, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra Digital: Gambar foto yang diambil melalui Pesawat ataupun Satelit, terutama yang sebelum dan sesudah bencana, dapat memperkirakan luasan wilayah yang rusak maupun hilang tenggelam. Melalui foto udara, dapat dihitung perkiraan jumlah korban, infrastruktur yang rusak dan kondisi terakhir jaringan jalan, telekomunikasi, listrik dan saluran air minum dan air pembuangan serta tempat-tempat penting lainnya. Selai itu dapat pula ditentukan dimana sebaiknya segera didirikan Posko Utama, Posko Cabang, Posko Sub Cabang dan Posko anak cabang di lapangan, sehingga koordinasinya jelas, terstruktur dan terencana.
2. Statistik dan Demografi Penghitungan statistik secara komputerisasi dapat menghitung jumlah penduduk sebelum dan sesudah bencana. Kondisi terkini data kependudukan dari wilayah yang terkena bencana bisa diakses dengan cepat, mudah, dimana saja dan kapan saja. Data tersebut meliputi jumlah penduduk, persebaran dan kepadatan Penduduk, jenis mata pencaharian penduduk, jumlah pelabuhan laut dan bandara baik yang besar maupun yang kecil, jumlah dan persebaran sarana dan prasarana penting, seperti jembatan, rumah sakit/puskesmas, jaringan jalan dan data sarana infrastruktur lainnya.
3. Kedokteran, Psikologi, Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Penanganan korban luka baik yang ringan, berat hingga yang mengalami goncangan jiwa pasca bencana pastilah tinggi. Korban luka-luka sebaiknya ditangani langsung oleh seorang tenaga medis untuk mencegah luka semakin parah dan infeksi. Dengan mengetahui perkiraan jumlah korban, maka jumlah tenaga medis yang diperlukan di wilayah bencana dapat dihitung, sehingga korban luka-luka dapat segera ditolong. Untuk Penanganan masalah sanitasi lingkungan guna menjaga kesehatan korban selamat dibutuhkan tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan untuk mengurus kebersihan & kesehatan, sistem pembuangan limbah, penguburan korban yang tewas. Untuk jangka panjang, penangan kesehatan jiwa dan mental korban selamat yang mengalami trauma yang perlu diperhatikan. Perlu adanya pembangunan crisis centre untuk menangani masalah psikologi korban.
4. Teknik Sipil, Arsitek, Plannologi dan Ekonomi Pembangunan
Kerusakan infrastruktur di wilayah bencana harus segera didata, dianalisa kondisinya sebelum dan sesudah bencana. Apa yang harus segera diperbaiki dan dengan metode apa perbaikannya. Teknik sipil dan arsitek berperan dalam pelaksanaan perbaikannya. Untuk penataan kembali suatu wilayah yang terkena bencana, maka planologi berperan untuk memberi masukan dalam mengambil keputusan untuk kebijakan pembangunan kembali wilayah bencana. Agar perbaikan yang dilakukan, baik yang sifatnya sementara maupun permanen dapat dimanfaatkan untuk efisiensi penanganan bencana dan perbaikan/pembangunan wilayah yang terkena bencana. Ilmu Ekonomi Pembangunan berperan dalam pembangunan kembali wilayah yang terkena dampak bencana agar terencana, terarah, terawasi dan terbuka dalam pelaksaanaannya.
Pendekatan geografi
Pendekatan dengan menggunakan ilmu Geografi dimaksudkan untuk membuat sistem terpadu dalam penanganan bencana. Sistem ini disebut Sistem Informasi Geografis Penanggulangan Bencana Alam. Secara umum sistem ini akan memuat data dan informasi antara lain:
1. Identifikasi wilayah dampak bencana, meliputi: a. Luas wilayah yang terkena dampak bencana b. Klasifikasi wilayah kerusakan akibat bencana c. Distribusi kerusakan infrastruktur di setiap klasifikasi wilayah kerusakan
2. Distribusi korban jiwa, luka dan selamat di wilayah bencana, meliputi: a. Distribusi jumlah penduduk yang tewas di setiap klasifikasi wilayah b. Distribusi jumlah penduduk yang mengalami luka parah dan luka ringan c. Distribusi jumlah penduduk yang selamat baik yang mengalami gangguan kejiwaan (depresi) maupun yang tidak.
3. Penanganan pasca bencana:
a. Penanganan darurat/segera, seperti:
• Evakuasi penduduk yang selamat, baik yang luka maupun yang tidak.
• Penguburan masal untuk mayat penduduk korban bencana,
• Pengiriman bantuan (yang terdiri dari; tim sukarelawan, air, makanan, obat & tim medis, pakaian, bahan bantuan penting lainnya),
• Perbaikan/pembangunan infrastruktur vital (seperti; jembatan penghubung, jalan utama, listrik & telekomunikasi di rumah sakit/puskesmas, bandara, pelabuhan, posko-posko dan sarana & prasarana penting lainnya).
b. Penanganan pasca bencana untuk Pembangunan di setiap klasifikasi wilayah kerusakan, seperti:
• Pendataan penduduk pasca bencana (meliputi; jumlah penduduk, kepadatan dan distribusinya berdasarkan usia, jenis kelamin, mata pencaharian), hal ini berguna dalam menentukan arah kebijakan dan visi dari masing-masing wilayah atau daerah yang bersangkutan
• Perencanaan pembangunan di setiap wilayah atau daerah (untuk mengurangi tindak penyelewengan dana alokasi pembangunan, sehingga dapat dievaluasi dan diawasi pengeluaran dana negara dalam pembangunan di wilayah tersebut)
• Penentuan alokasi dana pembangunan dan prioritas wilayah yang akan segera dibangun.
• Pengawasan pelaksanaan pembangunan secara spatial baik dana yang dikeluarkan maupun hasil yang dicapai.
Secara umum pendekatan geografi dalam penanganan pasca bencana bertujuan dalam pengwilayahan penanganan bencana secara terukur, efektif dan efisien, sehingga permasalahan yang terjadi di wilayah yang terkena dampak bencana dapat teratasi dengan mengedepankan aspek kemanusiaan dalam penanggulangan bencana.
Another Articles
Post Groups
Ready to Download
Manual singkat yang berisikan langkah-langkah Instalasi dan memanfaatkan peta navigasi.net untuk GPS Garmin Map 76 CSx, ETrex Vista HCx dan Nuvi Series
Manual singkat yang berisikan langkah-langkah penggunaan GPS Garmin Map 76 CSx
Manual yang berisikan langkah-langkah penggunaan GPS Garmin HCx untuk memetakan risiko bencana, dan juga berisi bagaimana mengolah data di MapSource setelah mendapatkan data GPS
Daftar Legenda dalam Pemetaan Risiko Bencana
Berisikan legenda-legenda yang ada dalam manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko digunakan dalam memetakan risiko bencana
Daftar Kebutuhan Pemetaan Risiko Bencana
Daftar yang berisikan keperluan-keperluan pemetaan risiko bencana yang biasa digunakan oleh PMI
Daftar Istilah dalam Pemetaan Risiko Bencana
Berisikan istilah-istilah yang ada dalam manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko digunakan dalam memetakan risiko bencana
Kamus SIGaP/ Dictionary of PGIS
Berisikan istilah-istilah yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografis Partisipatif, keluaran PPGIS/IAPAD
Diagram Alur Pemetaan Risiko Bencana
Diagram alur pemetaan risiko bencana yang biasa digunakan oleh PMI
Formulir Hazard
Formulir Hazard/Ancaman yang biasa digunakan oleh PMI
Formulir Isian
Formulir Isian dalam pemetaan risiko yang biasa digunakan oleh PMI
Daftar di bawah ini merupakan Bab-bab yang ada dalam Buku Manual Sistem Informasi Geografis Partisipatif (SIGaP): Pemetaan Risiko yang dilakukan secara Partisipatif
Bab 2: GPS
Bab 2 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan dasar-dasar GPS dan hubungannya dengan Risiko Bencana
Bab 4: Analisa Data
Bab 4 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan bagaimana menganalisa data yang sudah didapat dalam pemetaan di lapangan oleh Sukarelawan PMI
Bab 5: Membuat Peta Tumpang Susun/Overlay, Peta Dinding, dan 3 Dimensi
Bab 5 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan bagaimana membuat peta tumpang susun, peta dinding, dan peta 3 Dimensi. Langkah ini merupakan langkah berikutnya setelah pengolahan data dengan MapSource
Bab 6: Google Earth
Bab 6 dari buku Manual SIGaP untuk Pemetaan Risiko, yang merupakan buku pertama dalam rangkaian buku Pemetaan Risiko. Berisikan dasar-dasar pemanfaatan Google Earth dalam pemetaan Risiko
Ready Downloaded List: Mapping Software
Google Earth Versi 6.2
Unggah Google Earth versi terbaru
Download MapSource Mutakhir MapSource software version 6.16.3
Tingkatkan MapSource anda dengan piranti lunak MapSource terbaru dari sumber aslinya
Up Date software unit Garmin Anda Up Date Software Garmin Anda
Tingkatkan Performa GPS Receiver Garmin anda dengan piranti lunak dari sumber aslinya
0 komentar:
Post a Comment