
Dan akhirnya banyak yang mengamininya bahkan dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan dan memanfaatkan kondisi yang ada. Maklum dengan label ini maka akan makin banyak donor, pemberi pinjaman dan orang luar yang datang ke Indonesia untuk manajemen bencana.
Padahal bila kita ambil contoh saja, tenaga asing yang datang ke Indonesia sebagai program manajer, koordinator atau apalah pemimpin proyek di manajemen bencana, banyak ditemukan tidak memiliki kapabilitas yang sesuai bahkan banyak ditemukan anak Indonesialah yang lebih faham. Cuma sayang anak Indonesia itu baru menjadi bawahan saja. Mengenai expat ini bahkan ada olok-olok asal bule walaupun dinegaranya tukang burger dipinggir jalan maka kalau ke Indonesia jadi manajer.
Sehingga dengan label supermarket maka akan banyak yang membeli namun konotasinya menjadi negative dan membuat Indonesia hanya sebagai obyek saja. Anak-anak Indonesia yang pandai tetap saja dijadikan second layer people (bahasa kerennya Assistant)
Dilain pihak, banyak program sudah dilakukan di Indonesia, baik oleh Pemerintah maupun LSM dan badan-badan kemanusiaan lokal di Indonesia dan juga bantuan asing lainnya. Dalam program itu juga banyak sudah dilakukan studi-studi terkait dengan risiko bencana (hazard, vulnerability dan capacity). Studi itu kebanyakan dilakukan oleh anak-anak Indonesia juga.
Dengan banyaknya ahli kebencanaan di Indonesia (BNPB saat ini sedang menginventarisir tenaga ahli kebencanaan anak Indonesia) mengapa kita tidak jadikan Indonesia sebagai laboratorium bencana, banyak aksi-aksi lokal yang bisa dijadikan pembelajaran dan bisa kita perkenalkan ke luar dan bahkan kita jadikan sebagai rujukan mereka untuk melakukan manajemen risiko bencana.
Pengalaman saat ikutan belajar di luar negeri, mereka banyak mengambil dan memanfaatkan data-data penelitian di Indonesia sebagai rujukan. Dengan itu mereka menjadi master, doctor dan professor.
Hal kecil dimulai dengan kalimat “Indonesia adalah laboratorium bencana dunia” maka akan meningkatkan minat anak-anak Indonesia untuk menjadi leader dalam manajaemen risiko bencana. Sehingga kita mengundang orang luar bukan hanya sebagai sinterklas namun sebagai mahasiswa yang belajar.
Bila kita hanya menjadikan Indonesia Supermarket Bencana maka bukan tidak mungkin nantinya Indonesia hanya akan Menjadi Museum Bencana (artinya? Silahkan ambil kesimpulan sendiri).
Silahkan memberikan komentar anda mengenai tulisan ini disini, atau di boks dibawah tulisan ini, terima kasih.
GPS murah di sini, kontak: tracknavigate[at]yahoo[dot]com

setuju, bahkan masih hangat terdengar kemarin dalam acara forum yang cukup besar yang mengatakan dengan bangganya kalau Indonesia juga termasuk dalam menjadi Supermarket Bencana dan itu terucap dengan bangganya dari anak bangsa sendiri. Ironi sekali ...
ReplyDeleteSungguh Indonesia sudah ditakdirkan menjadi tempat pembelajaran ,,, dan semoga kita bisa menjadi orang-orang yang tepat untuk menjadi nara sumber untuk saling memberi ilmu pengalaman :)
Tidak sepenuhnya setuju. Mereka kan dengan uang mereka. Kalau yang akan mereka perbuat untuk kebaikan dan sekalian kita juga diajak, jadi assistant, atau project manager atau apalah, syukur sajalah pak...... Kita terang kan saja cahaya lampu kita sendiri, jangan di padamkan cahaya lampu orang.......... Indonesia malang atau tidak dari kepentingan apa kita melihat pak..... Semangat terus pak.... Salam Hangat.
ReplyDelete