KARTOGRAFI SEBAGAI DATA DAN BUKTI SEJARAH
DALAM DOKUMEN ILMIAH
Felix Yanuar Endro Wicaksono
http://www.arsipjogjaprov.info/archieve/artikel/flx.kartografisebagaidata.pdf
Abstrak
Kartografi merupakan bagian dari ilmu geografi yang berhubungan dengan pemetaan. Hal ini berkaitan erat dengan sistem komunikasi antara si pembuat peta dan si pengguna peta. Untuk menyampaikan berbagai informasi, baik berupa informasi grafis maupun informasi atribut, diperlukan media yang tepat untuk menyampaikannya, yaitu dengan menggunakan peta sebagai media komunikasi dalam bentuk hardcopy maupun dalam bentuk softcopy. Peta-peta ini nantinya dapat digunakan sebagai data dan dokumen baik secara aktual maupun secara periodik untuk memberikan informasi geografis suatu wilayah. Dalam kartografi, baik sebgai salah satu bagian dari ilmu geografi dan dokumen ilmiah, kartografi juga merupakan teknik dan pengetahuan untuk menunjukkan suatu fenomena geografis pada suatu daerah yang dipilih dan digeneralisasi.
Kata kunci : kartografi, grafis, atribut, dokumen, ilmiah, generalisasi.
Masing – masing individu memiliki impian dan angan – angan yang biasa disebut dengan mental imagery. Gambaran dalam angan – angan tersebut dapat bersifat sumber informasi spasial atau keruangan. Informasi keruangan tersebut menyangkut obyek – obyek yang berhubungan dan mungkin saling mempengaruhi satu sama lain. Informasi keruangan yang berisi tentang obyek – obyek tersebut dapat dituangkan dalam bentuk skets dan petunjuk secara verbal. Maksud dari petunjuk secara verbal ini berhubungan dengan yang disebut peta mental atau biasa juga disebut dengan peta kognitif (mental map/cognitive map).
Peta mental atau peta kognitif ini dimiliki oleh setiap orang. Hal ini dapat dijelaskan ke dalam contoh berikut ini, ketika orang (asing atau luar daerah) menanyakan suatu lokasi tujuan kepada warga asli daerah (pribumi), misalnya tujuan ke Malioboro, tentunya bagi warga asli Kota Jogja untuk menjelaskan lokasi Malioboro tersebut dapat menjelaskan dengan mudah baik secara lisan maupun dengan menggunakan skets atau gambaran secara obyektif. Penjelasan mengenai jalur lokasi maupun jalan terdekat menuju Malioboro pun dapat dijelaskan dengan rinci. Dengan membuat skets, baik pada secarik
kertas atau melalui goresan pada permukaan tanah, akan dapat digambarkan secara jelas bahkan dengan menggunakan orientasi atau arah dan obyek – obyek penting sebagai acuan atau “patokan” yang dapat diketahui dan dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Penyajian informasi secara verbal dan atau secara skets inilah yang mampu menyajikan informasi keruangan dalam bentuk gambaran secara riil dari ruang geografis. Inilah yang pada umumnya disebut dengan peta mental atau peta kognitif.
Selain peta mental, dikenal juga peta dalam bentuk kertas (paper atau hardcopy) dan peta digital (softcopy). Peta kertas atau peta dalam bentuk hardcopy sering dijumpai dan digunakan dimana saja, baik untuk kalangan umum, pribadi, maupun instansi. Sedangkan peta digital atau peta dalam bentuk softcopy, biasanya dijumpai dalam akses atau browsing melalui media World Wide Web (WWW) atau media internet. Peta – peta tersebut, baik peta dalam bentuk hardcopy maupun softcopy, dikerjakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan berguna bagi pengguna peta pada umumnya. Karena, peta
dihasilkan dari sebagian kecil bagian dari permukaan bumi yang diukur, dimonitor, dipetakan, dan dimodelkan atau biasa disebut dengan 4M, yaitu measurement, monitoring, mapping, dan modeling. Selain peta kertas terdapat pula bola bumi atau globe, foto udara, dan citra satelit yang dapat dianggap sebagai peta. Hal ini dikarenakan media – media tersebut juga merupakan gambaran fenomena yang dapat menyajikan sebagian obyek permukaan bumi yang dipilih.
Kaitan antara kartografi dengan dokumen ilmiah yaitu dari cara penyajian dan peyimpanan (storage) data. Penyajian data dalam bidang kartografi adalah penyajian informasi dalam bentuk keruangan atau spasial pada bidang datar berupa peta. Penyajian secara grafis dalam informasi spasial ini lebih memudahkan para pengguna peta dalam memahami informasi suatu wilayah hanya dengan melihat peta, daripada harus melihat informasi dalam bentuk data tabular (data tabel). Telah dijelaskan di atas bahwa peta merupakan hasil akhir dalam pemrosesan data secara kartografis, dimana peta merupakan suatu alat untuk menyajikan informasi suatu wilayah yang dipilih, diskalakan, diperkecil, dan diletakkan pada bidang datar. Dari hasil pembuatan peta ini, data dapat disimpan dan dapat dipakai sebagai informasi data secara periodik dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, atau dari periode ke periode selanjutnya. Untuk lebih jelasnya dalam memanfaatkan data yang disimpan secara periodik, yaitu kita dapat mengetahui informasi
perbedaan dan atau perubahan penggunaan lahan suatu daerah dari rentan waktu tertentu ke waktu yang kita inginkan disesuaikan dengan tujuan dan fungsi penggunaan peta itu sendiri. Peranan kartografi sendiri merupakan teknik dari pemrosesan maupun penyajian data tabular tersebut ke dalam bentuk data spasial, baik berupa titik, garis, atau area.
Beranjak dari itu, peta dapat pula digunakan sebagai data dan bukti sejarah yang berubah pada suatu tempat dan pada suatu waktu. Mengapa peta dapat dijadikan suatu data dan bukti sejarah? Dengan menggunakan peta maupun citra dan foto udara, kita dapat melihat perkembangan ataupun perubahan karakter fisik suatu daerah. Perubahan karakter fisik daerah yang mudah dilihat yaitu perubahan penggunaan lahan, misalnya suatu lahan di daerah X pada tahun 1990 yang dulunya merupakan area pertanian, kini berubah menjadi daerah permukiman dan kios dagang. Contoh lain, misalnya lahan yang dulunya merupakan lahan kosong namun kini telah dibangun sebuah bangunan.
Penggunaan data kartografis sebagai data dan bukti sejarah merupakan salah satu metode penyajian data secara keruangan atau spasial. Hal ini dapat dilakukan dengan pemantauan atau monitoring perubahan wilayah suatu daerah akibat gejala fisik, berupa bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan banjir. Untuk kejadian – kejadian alam seperti ini biasanya selalu diingat dan menjadikannya sebagai suatu memory yang sangat mungkin akan berguna di lain waktu atau di masa depan. Tentunya memory tersebut digunakan untuk mengantisipasi bahkan mencegah terjadinya banyak korban yang berjatuhan. Seperti ketika Gunung Kelud yang meletus pada tahun 1951 yang mengakibatkan terjadinya hujan abu vulkanik hingga daerah Yogyakarta.
Dari kejadian – kejadian di atas dapat diketahui bahwa memory dan data – data yang dapat dikumpulkan, merupakan data dan bukti sejarah. Selain memory yang dapat dituangkan dalam bentuk peta kognitif atau peta mental dari sejumlah orang yang mungkin merupakan saksi hidup pada masa yang akan datang hingga penyajian peta dalam bentuk peta kertas maupun peta digital yang disajikan dalam bentuk buffer atau luas area yang terkena imbas oleh suatu fenomena alam. Selain buffer, dapat pula disajikan dalam tampilan peta secara periodik dari suatu waktu ke waktu untuk tujuan pemantauan perubahan karakter fisik daerah yang dikaji pada suatu penelitian dan tujuan pemetaan tertentu. Seperti pada contoh di atas, data kartografis berupa peta, citra maupun foto udara, dapat disimpan dan dijadikan sebagai data kejadian atau fenomena yang dapat direkam secara periodik. Sehingga jika sewaktu – waktu hendak dilakukan penelitian ataupun pemetaan mengenai kasus kebencanaan, terutama yang menyangkut contoh di atas, misal gempa bumi atau gejala dan fenomena vulkanik, dapat segera dilakukan persiapan dengan menggunakan hasil rekaman fenomena dari waktu ke waktu ketika bencana tersebut melanda. Jika yang diteliti mengenai fenomena vulkanik seperti guguran awan panas dan lelehan lahar, maka tindakan preventif, seperti mengevakuasi dengan pemilihan lokasi yang aman bagi para pengungsi untuk menghindari terjangan awan panas tersebut dapat dilakukan. Pemilihan lokasi ini tentunya telah diperkirakan dengan bantuan data luncuran awan panas sebelumnya, sehingga arah luncuran dapat diprediksi dan tentunya akan banyak korban dapat diselamatkan.
Data – data kartografis secara berkala inilah yang dapat membantu para geograf maupun para ilmuwan untuk melakukan monitoring dan atau pemantauan mengenai gejala atau kondisi alami ataupun buatan di suatu tempat, di setiap waktu, dan di bagian permukaan bumi yang dikaji. Kejadian alam akan selalu mengalami perubahan, proses alami dan buatan akan selalu terjadi, selama itulah data kartografis akan selalu bertambah dengan perekaman yang berkala dan akan selalu dapat digunakan sebagai data dan bukti akan suatu fenomena yang terjadi di permukaan bumi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Kraak, Menno-Jan & F. Ormelling. 2007. Kartografi : Visualisasi Data Geospasial Edisi
Kedua. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Sukwardjono, dkk. 1997. Kartografi Dasar. Fakultas Geografi UGM : Yogyakarta.
© 2008. Kantor Arsip Daerah Provinsi DIY
0 komentar:
Post a Comment