Wicaksono Hidayat – detikinet Kamis, 04/11/2004 14:22 WIB
Jakarta - Mudik, plesiran, jalan-jalan, atau apapun namanya selalu melibatkan perjalanan dan tidak jarang muncul persoalan mencari arah. Hal itu bisa dikurangi dengan perangkat GPS.
Pemikiran semacam itu yang menjadi dasar didirikannya komunitas pengguna GPS (global positioning system) Indonesia dalam situs Navigasi.net. "Mengingat saya sendiri adalah orang yang suka jalan-jalan dan saya amati bahwa susah sekali berwisata ke objek-objek wisata yang kurang terkenal. Akhirnya timbul pikiran saya kenapa tidak digabungkan aja antara wisata dengan GPS?" tutur Buyung Akram, pendiri Navigasi.net, kepada detikcom.
Lewat komunitas Navigasi.net, Buyung dan rekan-rekan berbagi pengalaman wisata mereka ke berbagai daerah. Bukan sekadar pengalaman, mereka juga saling berbagi kordinat GPS untuk memandu arah ke lokasi wisata tersebut.
"Perpaduan antara foto, kordinat GPS dan artikel tentang suatu objek wisata, setidaknya bisa sedikit memberikan gambaran kepada pembaca situs akan keberadaan suatu objek wisata. Dari tiap objek wisata yang ada, pembaca situs juga mengetahui keberadaan objek-objek wisata lain yang berdekatan. Hal lain, kegiatan berlibur bisa lebih variatif karena tidak melulu mendatangi objek yang itu-itu saja," Buyung memaparkan.
GPS adalah sistem navigasi mendunia yang dibentuk oleh paduan 'konstelasi' 24 satelit dan stasiun-stasiun bumi. Lewat perangkat GPS, data dari satelit dapat digunakan untuk informasi derajat lintang, bujur, dan ketinggian yang akurat. Singkatnya, GPS dapat dipakai untuk mengetahui dimana sebenarnya keberadaan sang pengguna di muka bumi ini.
Berawal Dari Frustasi
Namun, perangkat GPS tanpa peta digital nyaris percuma. Peta digital memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasinya secara grafis. Tergantung dari tingkat kelengkapannya, peta digital bisa mencakup lokasi bangunan hingga kelak-kelok gang-gang sempit. Ini akan jauh lebih berguna daripada melihat layar kosong dan sejumlah angka-angka.
Kegiatan Buyung dan rekan-rekannya berawal dari tidak tersedianya peta digital yang memadai untuk Indonesia. Buyung menggunakan perangkat GPS merk Garmin. Pada awalnya dia merasa frustasi karena peta digital Garmin tidak bisa dimodifikasi sendiri.
Buyung melirik internet untuk mencari solusinya. Pucuk dicinta ulam tiba, Garmin bertemu seorang programmer Polandia yang mampu memanipulasi peta GPS Garmin. "Hari-hari selanjutnya saya sering berkomunikasi dengan dia, dan menjadi tester untuk program yang dia ciptakan. Dan akhirnya dengan program yang dia buat, para pengguna GPS device merk Garmin bisa membikin peta sendiri untuk diupload ke GPS device," ungkap Buyung.
Buyung sempat berencana untuk membuat peta digital mandiri. Rencananya peta itu akan dibuat berdasarkan peta Bakosurtanal berskala 1:25.000. Untuk itu ia sempat mendirikan mailing list (milis). Namun usahanya itu tak kesampaian.
"Menerbitkan peta digital tidaklah mudah dan dibutuhkan dana yang besar. Kalau paper map anda bisa 'asal' dalam membuatnya, tapi tidak dengan peta GPS. Dengan demikian kemungkinan mendahului pemerintah kayaknya nggak mungkin dah, kecuali dana yang ada cukup besar dan siap 'bangkrut'," ujar Buyung.
Terus di Jalur Gratis
Kini Buyung melanjutkan rencananya dalam bentuk berbeda, yaitu lewat situs Navigasi.net. "Saya sendiri secara pribadi sebagai pemilik situs navigasi.net, akan coba terus stay di jalur free of charge (gratis -red.) untuk peta digital yang saya buat," tutur Buyung.
Saat ini ia sedang merampungkan peta digital untuk semua objek wisata di Kabupaten Bogor, tempat ia bermukim. "Saya akan membuat dalam betuk peta interaktif Flash-Macromedia, lengkap beserta foto dan artikel singkatnya untuk tiap-tiap objek yang ada, untuk kemudian saya send back ke milis-milis yang saya ikuti, free of charge," tambahnya.
Buyung sangat mengharapkan ada dukungan dari pemerintah untuk perkembangan GPS di Indonesia. "Umumnya negara-negara maju, pemerintahnya telah memiliki peta digital sendiri yang kemudian masing-masing vendor GPS membelinya dan mengolahnya sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk device mereka," ia mencontohkan.
"Negara-negara maju tentunya memiliki dana yang cukup besar dan teknologi yang tinggi untuk selalu mengupdate peta digital yang mereka punya, sedangkan negara kita? masih aja ribut dengan kursi yang ada di parlemen," tukas Buyung. ( wsh )
0 komentar:
Post a Comment